“Buku Pegangan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan
Tinggi & Mahasiswa” karya Drs.
Sunarso M.Si tahun 2011)
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN KEWARNGEARAAN
Pendidikan kewarganegaraan ialah salah satu solusi untuk
memaparkan cabang-cabang kewarganegaraan itu sendiri. Oleh karena itu
pendidikan kewarganegaraan sudah di tanam sejak kecil walau beberapa lembaga
pengajaran memberikan pendidikan dasar kewarganegaraan yang belum terlalu
berbau politik.
Banyak tuduhan dialamatkan kepada
sosok Pendidikan Kewarganegaraan, dan tuduhan itu barangkali juga ada benarnya.
Beberapa tuduhan itu antara lain, Pendidikan Kewarganegaraan sering bersifat
politis dari pada akademis, lemah landasan keilmuannya, tidak tampak sosok
keilmiahannya. Akibat lebih lanjut mata kuliah ini kurang menantang, sehingga
kurang diminati oleh mahasiswa. Kepentingan politik penguasa terhadap
Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia dapat dirunut dalam sejarah
perkembangan mata kuliah/mata pelajaran ini, sejak munculnya dalam system
pendidikan nasional. Mata pelajaran ini muncul pertama kali pada tahun 1957
dengan nama Kewarganegaraan, yang isinya
sebatas tentang hak dan kewajiban warga negara, serta cara-cara memperoleh
kewarganegaraan bagi yang kehilangan status kewarganegaraan.
Sebagai tindak lanjut dari Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, Menteri PP dan K mengeluarkan Surat Keputusan No.122274/s
tanggal 10 Desember 1959 tentang pembentukan panitia penyusunan buku pedoman
mengenai kewajiban-kewajiban dan hak-hak warga negara Indonesia dan hal-hal
yang menginsyafkan warga negara tentang sebab-sebab sejarah dan tujuan Revolusi
Indonesia. Panitia tersebut berhasil menyusun buku Manusia dan Masyarakat Baru
Indonesia pada tahun 1962 yang menjadi
acuan mata pelajaran Civics yang telah muncul pada tahun 1961. Buku tersebut berisi
tentang (1) Sejarah Pergerakan Rakyat
Indonesia, (2) Pancasila, (3) UUD 1945, (4) Demokrasi dan Ekonomi Terpimpin,
(5) Konferensi Asia Afrika, (6) Hak dan kewajiban warga negara, (7) Manifesto
Politik, (8) Lampiran Dekrit Presiden, pidato Presiden, Declaration of Human
Rights dan lain-lain yang dipaketkan dalan Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi
(Tubapi).
Sejak munculnya Orde Baru pada tahun
1966, isi mata pelajaran Civics versi
Orde Lama hampir seluruhnya dibuang, karena dianggap sudah tidak sesuai lagi
dengan tuntutan yang sedang berkembang. Pada kurikulum 1968, mata pelajaran ini
muncul dengan nama Kewargaan Negara, yang isinya di samping Pancasila dan UUD
1945, adalah ketetapan-ketetapan MPRS 1966, 1967, dan 1968, termasuk GBHN, HAM,
serta beberapa materi yang beraspek sejarah, geografi, dan ekonomi. Sesuai
dengan amanat Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran ini berubah nama
menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada kurikulum 1975. Dengan
ditetapkannya Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4, maka terjadilah
perkembangan yang cukup substantive mengenai materi pelajaran ini, yakni sangat
dominannya materi P-4 dalam PMP. Bahkan dalam penjelasan ringkas tentang PMP
oleh Depdikbud (1982) dinyatakan bahwa hakikat PMP tidak lain adalah
pelaksanaan P-4 melalui jalur pendidikan formal. Hal ini tetap berlangsung
hingga berlakunya Kurikulum 1984 maupun Kurikulum1994, dimana PMP telah berubah
nama menjadi PPKN. Dalam perkembangannya yang terakhir, materi P-4 secara resmi
tidak lagi dipakai dalam Kurikulum Suplemen 1999, apalagi. Ketetapan MPR
No.II/MPR/1978 tentang P-4 telah dicabut dengan Ketetapan MPR No.
XVIII/MPR/1998 (Muchson AR:2003).
Pada era reformasi ini Pendidikan
Kewarganegaraan juga sedang dalam proses reformasi ke arah Pendidikan
Kewarganegaraan dengan paradigma baru ( New Indonesian Civic Education).
Reformasi itu mulai dari aspek yang mendasar, yaitu reorientasi visi dan misi,
revitalisasi fungsi dan peranan, hingga restrukturisasi isi kurikulum dan
meteri pembelajaran. Seiring dengan itu, dalam sistem pendidikan nasional juga
sedang disosialisasikan pembaharuan kurikulum dengan konsep yang disebut
Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competence Based Curriculum) atau disingkat KBK.
Penerapan konsep baru ini tentu saja harus disesuaikan dengan model KBK.
Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru berorientasi pada terbentuknya
masyarakat sipil ( sivil society), dengan memberdayakan warga negara melalui
proses pendidikan, agar mampu berperan serta secara aktif dalam sistem
pemerintahan negara yang demokratis. Print et al (1999:25) mengemukakan,
civic education is necessary for the building and consolidation of a
democratic society.
Inilah visi Pendidikan Kewarganegaraan yang
perlu dipahami oleh dosen dan guru, siswa danmahasiswa, serta masyarakat pada
umumnya. Kedudukan warga negara yang ditempatkan pada posisi yang lemah dan
pasif, seperti pada masa-masa yang lalu, harus diubah pada posisi yang kuat dan
partisipatif. Mekanisme penyelenggaraan sistem pemerintahan yang demokratis
semestinya tidak bersifat top down, melainkan lebih bersifat buttom up. Untuk
itulah yang diperlukan pemahaman yang baik dan kemampuan mengaktualisasikan
demokrasi di kalangan warga negara, ini dapat dikembangkan melalui Pendidikan
Kewarganegaraan.
Secara klasik tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia adalah untuk membentuk warga negara yang baik (a
good citizen). Akan tetapi pengertian warga negara yang baik itu pada masa-masa
yang lalu lebih diartikan sesuai dengan tafsir penguasa. Pada masa Orde Lama,
warga negara yang baik adalah warga negara yang berjiwa revolosioner, anti
imperialisme, kolonialisme, dan neo kolonialisme. Pada masa Orde Baru ,warga
negara yang baik adalah warga negara yang Pancasilais, manusia pembangunan dan
sebagainya. Sejalan dengan visi Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru, misi
mata pelajaran ini adalah meningkatkan kompetensi siswa/mahasiswa agar mampu
menjadi warga negara yang berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan
yang demokratis.
B. FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan
dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila
dan UUD 1945 yang dikemas terdahulu.
Bertujuan
agar setiap penduduk negeri ini bisa merealisasikan apa yang menjadi cita-cita
bagi bangsa ini. Karena setiap bangsa mempunyai cita-cita yang ingin dituju
agar tercapainya kesejahteraan yang permanen.
Sedangkan tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan memberikan kompetensi sbb:
1. Berfikir secara
kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan pada karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsa-bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi (Pusat Kurikulum, 2003:3).
C. SUBSTANSI MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Berdasar hasil studi di berbagai
negara, Print (1999:12) berpendapat isi Pendidikan Kewarganegaraan yang prinsip
adalah:
1. Hak dan tanggung jawab warga
negara.
2. Pemerintahan dan lembaga-lembaga.
3. Sejarah dan konstitusi.
4. Identitas nasional.
5. Sistem hukum dan rule of law.
6. Hak asasi manusia, hak-hak
politik, ekonomi dan sosial.
7. Proses dan prinsip-prinsip
demokrasi.
8. Partisipasi aktif warga negara
dalam wacana kewarganegaraan.
9. Wawasan internasional.
10. Nilai-nilai dari kewarganegaraan
yang demokratis.
Waterwoth (1998:3) mengemukakan tentang butir-butir concept
of citiznship dan warga negara yang baik, yaitu:
1. Menghargai warisan budaya
masyarakatnya.
2. Menggunakan hak pilih.
3. Menghormati hukum dan norma-norma
masyarakat.
4. Memahami berbagai proses politik
dan ekonomi.
5. Menggunakan hak berbicara.
6. Memberikan sumbangan bagi kebaikan
keluarga dan masyarakat.
7. Peduli terhadap lingkungan
lokalnya.
Sedangkan Abdul Azis
Wahab (2000:5) mengemukakan sepuluh pilar demokrasi Indonesia yang harus
menjadi prinsip utama penegembangan Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu:
1. Konstitusionalisme.
2. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa.
3. Kewarganegaraan cerdas.
4. Kedaulatan rakyat.
5. Kekuasaan hukum.
6. Hak asasi manusia.
7. Pembagian kekuasaan.
8. Sistem peradilan yang bebas.
9. Pemerintahan daerah.
10. Kesejahteraan sosial dan keadilan sosial.
Berdasarkan uraian dimuka diperoleh
gambaran tentang keragaman luasnya cakupan materi dan penataan Pendidikan Kewarganegaraan
dalam kurikulum. Hal ini bukanlah sesuatu yang harus dianggap aneh, sebab
kurikulum pada dasarnya adalah suatu pilihan. Dilihat dari sudut keilmuan,
standar materi mata pelajaan ini tidak sedemikian ketat, cukup fleksibel,
bahkan mudah berubah. Indonesia sendiri mempunyai pengalaman mengenai sering
diubahnya isi materi mata kuliah ini, seiring dengan pergantian rezim
sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya.
Dari sekian banyak mata kuliah/mata
pelajaran, tidak ada yang perubahan materinya sedinamis mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Meskipun demikian, Pendidikan Kewaganegaraan paradigma baru
harus didasarkan pada standar kelayakan materi yang bersifat universal,
Pancasila sebagai dasar negara (Muchson, 2003). Pusat kurikulum Diknas lewat
konsep KBK Kewarganegaraan di SD dan MI, SMP dan MTs. serta SMA dan MA tahun
2003, mengajukan civic knoledge berupa aspek berbangsa dan bernegara yang
terdiri dari sub aspek:
1. Persatuan bangsa;
2. Norma, hukum dan peraturan;
3. Hak asasi manusia;
4. Kebutuhan hidup warga negara;
5. Kekuasaan dan politik;
6. Masyarakat demokratis;
7. Pancasila dan konstitusi negara,
8. Globalisasi (Cholisin, 2004:18).
Aspek-aspek dari pengetahuan kewarganegaraan di atas pada
dasarnya merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan peran warga negara dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Adapun substansi kajian
Pendidikan Kewarganegaraan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan
Tinggi adalah sebagai berikut:
1. Pengantar
2. Hak asasi manusia
3. Hak dan kewajiban warganegara
4. Bela negara
5. Demokrasi
6. Wawasan Nusantara
7. Ketahanan nasional
8. Politik dan strategi nasional.
D. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI
MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN (MPK)
Proses pembelajaran di perguruan
tinggi Indonesia, menyerap dan menyepakati filosofi konsep pendidikan
internasional yang cenderung semakin, manusiawi, realistis, egaliter,
demokratis, dan religius. Kebijakan pendidikan tinggi Indonesia, menerima
deklarasi UNESCO (1998), yaitu hakikat pendidikan yang berwujud empat pilar
pendidikan sebagai berikut: (1 ) Learning to Know termasuk prinsip learning to
lern, learning to think dan life long
education; (2) Learning to Do; (3) Learning to Be dan (4) Learning to Live Together.
Untuk keperluan pengembangan MPK dan
MBB dikutipkan prinsip learning to live together sebagai berikut: (1) membangun
solidaritas sosial, (2) memperkuat ketahanan masyarakat, (3) membangun sistem
nilai, (4) upaya pembentukan identitas; (5) membangun pra kondisi untuk budaya
perdamaian (Hamdan Mansoer, 2003:1).
Pendidikan tinggi di Indonesia
mempunyai fungsi untuk pembentukan sosok lulusan yang utuh dan lengkap ditinjau
dari segi kemampuan/ketrampilan dan kematangan/kesiapan pribadi. Karenanya
pendidikan tinggi harus mampu menghasilkan (1) manusia unggul secara
intelektual dan anggun secara moral, (2) kompeten menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni, (3) memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran sosial.
Oleh karea itu MPK lebih diarahkan kepada
pemantapan dan pemahaman serta pengembangan filosofi untuk kepentingan
pembentukan dan pengembangan kepribadian warga negara yang cendekia, cerdas,
dan menguasai kompetensi profesinya. Kebijakan yang ditempuh antara lain mulai
tahun akademis 2003-2004 diberlakukan kurikulum baru yaitu kurikulum berbasis
kompetensi (KBK).
Kurikulum ini menekankan kejelasan
hasil didik sebagai seseorang yang kompeten dalam hal: (1) menguasai ilmu
pengetahuan dan ketrampilan tertentu, (2) menguasai penerapan ilmu pengetahuan
dan ketrampilan dalam bentuk kekaryaan, (3) menguasai sikap berkarya, (4)
menguasai hakikat dan kemampuan dalam kehidupann bermasyarakat dengan pilihan
kekaryaan. Berbekal kompetensi yang dimiliki, seorang lulusan pendidikan tinggi
diharapkan mampu menjadikan bekal pendidikan yang diperolehnya sebagai pencerah
masyarakat, bangsa dan negara. Untuk tercapainya maksud tersebut rumpun MPK dan
MBB (mata kuliah berkehidupan bermasyarakat) punya peran strategis. Adapun yang
termasuk rumpun MPK adalah Penidikam Agama, Pendidikan Pancasila, dan
Pendidikan Kewaganegaraan. Sedangkan rumpun MBB antara lain Ilmu Sosial Dasar
(ISD), Ilmu Budaya Dasar (IBD) yang sekarang oleh Dikti akan digabung menjadi
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD), serta Kealaman Dasar (IAD).
E. KOMPETENSI YANG DI HARAPKAN DARI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Kompetensi adalah seperangkat
tindakan cerdas, penuh tanggung jawab, yang harus dimiliki oleh seseorang
sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu melakukan tugas-tugas dalam bidang
pekerjaan tertentu. Kompetensi yang diharapkan setelah menempuh pendidikan
kewarganegaraan adalah, dimilikinya seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung
jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara, serta mampu
turut serta dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat,
bangsa dan negara sesuai dengan profesi dan kapasitas masing-masing. Sifat
cerdas yang dimaksud tampak dalam kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dalam bertindak,
sedangkan sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditinjau
dari nilai agama, moral, etika dan budaya.
Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat (2): Kurikulum pendidikan
tinggi wajib memuat (a) Pendidikan agama, (b) Pendidikan Kewarganegaraan, (c)
Bahasa. Pasal 2: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD Negara
Republik Indonesia. Pasal 3: Pendidikan nasional berfungsimengmbangkan
kemampuan dan membentuk watak serta perdaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan
kewarganegaraan yang berhasil, akan menumbuhkan sikap mental bersifat cerdas,
penuh tanggung jawab dari perserta didik dengan perilaku yang: (a) Beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah
bangsa; (b) berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara; (c) bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban
sebagai warga negara; (d) bersikap profesional yang dijiwai oleh kesadaran
belanegara; (e) aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan
kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui pendidikan kewarganegaraan
diharapkan warganegara mampu memahami, menganalisis, serta menjawab berbagai
masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara secara tepat, rasional,
konsisten , berkelanjutan dan bertanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan
nasional. Menjadi warga negara yang tahu hak dan kewajibannya, menguasai ilmu
dan teknologi serta seni namun tidak kehilangan jati diri (tidak tercerabut
dari akar budaya bangsanya).