Friday, 20 June 2014

Pendidikan Kewarganegaraan [BAGIAN TIGA]: Meringkas Salah Satu Bab Kajian Pendidikan Kewarganegaraan Tingkat Perguruan Tinggi

 Buku Pegangan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi & Mahasiswa” karya Drs. Sunarso M.Si tahun 2011)

BAB I       PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARNGEARAAN
                 Pendidikan kewarganegaraan ialah salah satu solusi untuk memaparkan cabang-cabang kewarganegaraan itu sendiri. Oleh karena itu pendidikan kewarganegaraan sudah di tanam sejak kecil walau beberapa lembaga pengajaran memberikan pendidikan dasar kewarganegaraan yang belum terlalu berbau politik.
Banyak tuduhan dialamatkan kepada sosok Pendidikan Kewarganegaraan, dan tuduhan itu barangkali juga ada benarnya. Beberapa tuduhan itu antara lain, Pendidikan Kewarganegaraan sering bersifat politis dari pada akademis, lemah landasan keilmuannya, tidak tampak sosok keilmiahannya. Akibat lebih lanjut mata kuliah ini kurang menantang, sehingga kurang diminati oleh mahasiswa. Kepentingan politik penguasa terhadap Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia dapat dirunut dalam sejarah perkembangan mata kuliah/mata pelajaran ini, sejak munculnya dalam system pendidikan nasional. Mata pelajaran ini muncul pertama kali pada tahun 1957 dengan nama Kewarganegaraan,  yang isinya sebatas tentang hak dan kewajiban warga negara, serta cara-cara memperoleh kewarganegaraan bagi yang kehilangan status kewarganegaraan.
Sebagai tindak lanjut dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Menteri PP dan K mengeluarkan Surat Keputusan No.122274/s tanggal 10 Desember 1959 tentang pembentukan panitia penyusunan buku pedoman mengenai kewajiban-kewajiban dan hak-hak warga negara Indonesia dan hal-hal yang menginsyafkan warga negara tentang sebab-sebab sejarah dan tujuan Revolusi Indonesia. Panitia tersebut berhasil menyusun buku Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia  pada tahun 1962 yang menjadi acuan mata pelajaran Civics yang telah muncul pada tahun 1961. Buku tersebut berisi tentang  (1) Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (2) Pancasila, (3) UUD 1945, (4) Demokrasi dan Ekonomi Terpimpin, (5) Konferensi Asia Afrika, (6) Hak dan kewajiban warga negara, (7) Manifesto Politik, (8) Lampiran Dekrit Presiden, pidato Presiden, Declaration of Human Rights dan lain-lain yang dipaketkan dalan Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (Tubapi).
Sejak munculnya Orde Baru pada tahun 1966, isi mata pelajaran Civics  versi Orde Lama hampir seluruhnya dibuang, karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan yang sedang berkembang. Pada kurikulum 1968, mata pelajaran ini muncul dengan nama Kewargaan Negara, yang isinya di samping Pancasila dan UUD 1945, adalah ketetapan-ketetapan MPRS 1966, 1967, dan 1968, termasuk GBHN, HAM, serta beberapa materi yang beraspek sejarah, geografi, dan ekonomi. Sesuai dengan amanat Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran ini berubah nama menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada kurikulum 1975. Dengan ditetapkannya Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4, maka terjadilah perkembangan yang cukup substantive mengenai materi pelajaran ini, yakni sangat dominannya materi P-4 dalam PMP. Bahkan dalam penjelasan ringkas tentang PMP oleh Depdikbud (1982) dinyatakan bahwa hakikat PMP tidak lain adalah pelaksanaan P-4 melalui jalur pendidikan formal. Hal ini tetap berlangsung hingga berlakunya Kurikulum 1984 maupun Kurikulum1994, dimana PMP telah berubah nama menjadi PPKN. Dalam perkembangannya yang terakhir, materi P-4 secara resmi tidak lagi dipakai dalam Kurikulum Suplemen 1999, apalagi. Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang P-4 telah dicabut dengan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 (Muchson AR:2003).
Pada era reformasi ini Pendidikan Kewarganegaraan juga sedang dalam proses reformasi ke arah Pendidikan Kewarganegaraan dengan paradigma baru ( New Indonesian Civic Education). Reformasi itu mulai dari aspek yang mendasar, yaitu reorientasi visi dan misi, revitalisasi fungsi dan peranan, hingga restrukturisasi isi kurikulum dan meteri pembelajaran. Seiring dengan itu, dalam sistem pendidikan nasional juga sedang disosialisasikan pembaharuan kurikulum dengan konsep yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competence Based Curriculum) atau disingkat KBK. Penerapan konsep baru ini tentu saja harus disesuaikan dengan model KBK. Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru berorientasi pada terbentuknya masyarakat sipil ( sivil society), dengan memberdayakan warga negara melalui proses pendidikan, agar mampu berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis. Print et al (1999:25) mengemukakan, civic  education is necessary for  the building and consolidation of a democratic society.
 Inilah visi Pendidikan Kewarganegaraan yang perlu dipahami oleh dosen dan guru, siswa danmahasiswa, serta masyarakat pada umumnya. Kedudukan warga negara yang ditempatkan pada posisi yang lemah dan pasif, seperti pada masa-masa yang lalu, harus diubah pada posisi yang kuat dan partisipatif. Mekanisme penyelenggaraan sistem pemerintahan yang demokratis semestinya tidak bersifat top down, melainkan lebih bersifat buttom up. Untuk itulah yang diperlukan pemahaman yang baik dan kemampuan mengaktualisasikan demokrasi di kalangan warga negara, ini dapat dikembangkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan.
Secara klasik tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia adalah untuk membentuk warga negara yang baik (a good citizen). Akan tetapi pengertian warga negara yang baik itu pada masa-masa yang lalu lebih diartikan sesuai dengan tafsir penguasa. Pada masa Orde Lama, warga negara yang baik adalah warga negara yang berjiwa revolosioner, anti imperialisme, kolonialisme, dan neo kolonialisme. Pada masa Orde Baru ,warga negara yang baik adalah warga negara yang Pancasilais, manusia pembangunan dan sebagainya. Sejalan dengan visi Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru, misi mata pelajaran ini adalah meningkatkan kompetensi siswa/mahasiswa agar mampu menjadi warga negara yang berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan yang demokratis.


B. FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
            Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 yang dikemas terdahulu.
            Bertujuan agar setiap penduduk negeri ini bisa merealisasikan apa yang menjadi cita-cita bagi bangsa ini. Karena setiap bangsa mempunyai cita-cita yang ingin dituju agar tercapainya kesejahteraan yang permanen.
Sedangkan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan memberikan kompetensi sbb:
 1. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Pusat Kurikulum, 2003:3).
C. SUBSTANSI MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Berdasar hasil studi di berbagai negara, Print (1999:12) berpendapat isi Pendidikan Kewarganegaraan yang prinsip adalah:
1. Hak dan tanggung jawab warga negara.
2. Pemerintahan dan lembaga-lembaga.
3. Sejarah dan konstitusi.
            4. Identitas nasional.
            5. Sistem hukum dan rule of law.
            6. Hak asasi manusia, hak-hak politik, ekonomi dan sosial.
            7. Proses dan prinsip-prinsip demokrasi.
            8. Partisipasi aktif warga negara dalam wacana kewarganegaraan.
            9. Wawasan internasional.
            10. Nilai-nilai dari kewarganegaraan yang demokratis.
           
Waterwoth (1998:3) mengemukakan tentang butir-butir concept of citiznship dan warga negara yang baik, yaitu:
            1. Menghargai warisan budaya masyarakatnya.
            2. Menggunakan hak pilih.
            3. Menghormati hukum dan norma-norma masyarakat.
            4. Memahami berbagai proses politik dan ekonomi.
            5. Menggunakan hak berbicara.
            6. Memberikan sumbangan bagi kebaikan keluarga dan masyarakat.
            7. Peduli terhadap lingkungan lokalnya.

 Sedangkan Abdul Azis Wahab (2000:5) mengemukakan sepuluh pilar demokrasi Indonesia yang harus menjadi prinsip utama penegembangan Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu:
1. Konstitusionalisme.
2. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa.
3. Kewarganegaraan cerdas.
4. Kedaulatan rakyat.
5. Kekuasaan hukum.
6. Hak asasi manusia.
7. Pembagian kekuasaan.
8. Sistem peradilan yang bebas.
9. Pemerintahan daerah.
10. Kesejahteraan sosial dan keadilan sosial.

Berdasarkan uraian dimuka diperoleh gambaran tentang keragaman luasnya cakupan materi dan penataan Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum. Hal ini bukanlah sesuatu yang harus dianggap aneh, sebab kurikulum pada dasarnya adalah suatu pilihan. Dilihat dari sudut keilmuan, standar materi mata pelajaan ini tidak sedemikian ketat, cukup fleksibel, bahkan mudah berubah. Indonesia sendiri mempunyai pengalaman mengenai sering diubahnya isi materi mata kuliah ini, seiring dengan pergantian rezim sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya.
Dari sekian banyak mata kuliah/mata pelajaran, tidak ada yang perubahan materinya sedinamis mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun demikian, Pendidikan Kewaganegaraan paradigma baru harus didasarkan pada standar kelayakan materi yang bersifat universal, Pancasila sebagai dasar negara (Muchson, 2003). Pusat kurikulum Diknas lewat konsep KBK Kewarganegaraan di SD dan MI, SMP dan MTs. serta SMA dan MA tahun 2003, mengajukan civic knoledge berupa aspek berbangsa dan bernegara yang terdiri dari sub aspek:
1. Persatuan bangsa;
2. Norma, hukum dan peraturan;
3. Hak asasi manusia;
4. Kebutuhan hidup warga negara;
5. Kekuasaan dan politik;
6. Masyarakat demokratis;
7. Pancasila dan konstitusi negara,
8. Globalisasi (Cholisin, 2004:18).

Aspek-aspek dari pengetahuan kewarganegaraan di atas pada dasarnya merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan peran warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Adapun substansi kajian Pendidikan Kewarganegaraan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi adalah sebagai berikut:
1. Pengantar
2. Hak asasi manusia
3. Hak dan kewajiban warganegara
4. Bela negara
5. Demokrasi
6. Wawasan Nusantara
7. Ketahanan nasional
8. Politik dan strategi nasional.



           
D. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN (MPK)
Proses pembelajaran di perguruan tinggi Indonesia, menyerap dan menyepakati filosofi konsep pendidikan internasional yang cenderung semakin, manusiawi, realistis, egaliter, demokratis, dan religius. Kebijakan pendidikan tinggi Indonesia, menerima deklarasi UNESCO (1998), yaitu hakikat pendidikan yang berwujud empat pilar pendidikan sebagai berikut: (1 ) Learning to Know termasuk prinsip learning to lern,  learning to think dan life long education; (2) Learning to Do; (3) Learning to Be dan (4) Learning to Live Together. 
Untuk keperluan pengembangan MPK dan MBB dikutipkan prinsip learning to live together sebagai berikut: (1) membangun solidaritas sosial, (2) memperkuat ketahanan masyarakat, (3) membangun sistem nilai, (4) upaya pembentukan identitas; (5) membangun pra kondisi untuk budaya perdamaian (Hamdan Mansoer, 2003:1).
Pendidikan tinggi di Indonesia mempunyai fungsi untuk pembentukan sosok lulusan yang utuh dan lengkap ditinjau dari segi kemampuan/ketrampilan dan kematangan/kesiapan pribadi. Karenanya pendidikan tinggi harus mampu menghasilkan (1) manusia unggul secara intelektual dan anggun secara moral, (2) kompeten menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (3) memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran sosial.
Oleh karea itu MPK lebih diarahkan kepada pemantapan dan pemahaman serta pengembangan filosofi untuk kepentingan pembentukan dan pengembangan kepribadian warga negara yang cendekia, cerdas, dan menguasai kompetensi profesinya. Kebijakan yang ditempuh antara lain mulai tahun akademis 2003-2004 diberlakukan kurikulum baru yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Kurikulum ini menekankan kejelasan hasil didik sebagai seseorang yang kompeten dalam hal: (1) menguasai ilmu pengetahuan dan ketrampilan tertentu, (2) menguasai penerapan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam bentuk kekaryaan, (3) menguasai sikap berkarya, (4) menguasai hakikat dan kemampuan dalam kehidupann bermasyarakat dengan pilihan kekaryaan. Berbekal kompetensi yang dimiliki, seorang lulusan pendidikan tinggi diharapkan mampu menjadikan bekal pendidikan yang diperolehnya sebagai pencerah masyarakat, bangsa dan negara. Untuk tercapainya maksud tersebut rumpun MPK dan MBB (mata kuliah berkehidupan bermasyarakat) punya peran strategis. Adapun yang termasuk rumpun MPK adalah Penidikam Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewaganegaraan. Sedangkan rumpun MBB antara lain Ilmu Sosial Dasar (ISD), Ilmu Budaya Dasar (IBD) yang sekarang oleh Dikti akan digabung menjadi Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD), serta Kealaman Dasar (IAD).
E. KOMPETENSI YANG DI HARAPKAN DARI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab, yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu melakukan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi yang diharapkan setelah menempuh pendidikan kewarganegaraan adalah, dimilikinya seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara, serta mampu turut serta dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara sesuai dengan profesi dan kapasitas masing-masing. Sifat cerdas yang dimaksud tampak dalam kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dalam bertindak, sedangkan sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditinjau dari nilai agama, moral, etika dan budaya.
Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat (2): Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat (a) Pendidikan agama, (b) Pendidikan Kewarganegaraan, (c) Bahasa. Pasal 2: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia. Pasal 3: Pendidikan nasional berfungsimengmbangkan kemampuan dan membentuk watak serta perdaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil, akan menumbuhkan sikap mental bersifat cerdas, penuh tanggung jawab dari perserta didik dengan perilaku yang: (a) Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa; (b) berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (c) bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara; (d) bersikap profesional yang dijiwai oleh kesadaran belanegara; (e) aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.

Melalui pendidikan kewarganegaraan diharapkan warganegara mampu memahami, menganalisis, serta menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara secara tepat, rasional, konsisten , berkelanjutan dan bertanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan nasional. Menjadi warga negara yang tahu hak dan kewajibannya, menguasai ilmu dan teknologi serta seni namun tidak kehilangan jati diri (tidak tercerabut dari akar budaya bangsanya). 

No comments:

Post a Comment