Friday, 20 June 2014

Pendidikan Kewarganegaraan [BAGIAN TIGA]: Meringkas Salah Satu Bab Kajian Pendidikan Kewarganegaraan Tingkat Perguruan Tinggi

 Buku Pegangan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi & Mahasiswa” karya Drs. Sunarso M.Si tahun 2011)

BAB I       PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARNGEARAAN
                 Pendidikan kewarganegaraan ialah salah satu solusi untuk memaparkan cabang-cabang kewarganegaraan itu sendiri. Oleh karena itu pendidikan kewarganegaraan sudah di tanam sejak kecil walau beberapa lembaga pengajaran memberikan pendidikan dasar kewarganegaraan yang belum terlalu berbau politik.
Banyak tuduhan dialamatkan kepada sosok Pendidikan Kewarganegaraan, dan tuduhan itu barangkali juga ada benarnya. Beberapa tuduhan itu antara lain, Pendidikan Kewarganegaraan sering bersifat politis dari pada akademis, lemah landasan keilmuannya, tidak tampak sosok keilmiahannya. Akibat lebih lanjut mata kuliah ini kurang menantang, sehingga kurang diminati oleh mahasiswa. Kepentingan politik penguasa terhadap Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia dapat dirunut dalam sejarah perkembangan mata kuliah/mata pelajaran ini, sejak munculnya dalam system pendidikan nasional. Mata pelajaran ini muncul pertama kali pada tahun 1957 dengan nama Kewarganegaraan,  yang isinya sebatas tentang hak dan kewajiban warga negara, serta cara-cara memperoleh kewarganegaraan bagi yang kehilangan status kewarganegaraan.
Sebagai tindak lanjut dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Menteri PP dan K mengeluarkan Surat Keputusan No.122274/s tanggal 10 Desember 1959 tentang pembentukan panitia penyusunan buku pedoman mengenai kewajiban-kewajiban dan hak-hak warga negara Indonesia dan hal-hal yang menginsyafkan warga negara tentang sebab-sebab sejarah dan tujuan Revolusi Indonesia. Panitia tersebut berhasil menyusun buku Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia  pada tahun 1962 yang menjadi acuan mata pelajaran Civics yang telah muncul pada tahun 1961. Buku tersebut berisi tentang  (1) Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (2) Pancasila, (3) UUD 1945, (4) Demokrasi dan Ekonomi Terpimpin, (5) Konferensi Asia Afrika, (6) Hak dan kewajiban warga negara, (7) Manifesto Politik, (8) Lampiran Dekrit Presiden, pidato Presiden, Declaration of Human Rights dan lain-lain yang dipaketkan dalan Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (Tubapi).
Sejak munculnya Orde Baru pada tahun 1966, isi mata pelajaran Civics  versi Orde Lama hampir seluruhnya dibuang, karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan yang sedang berkembang. Pada kurikulum 1968, mata pelajaran ini muncul dengan nama Kewargaan Negara, yang isinya di samping Pancasila dan UUD 1945, adalah ketetapan-ketetapan MPRS 1966, 1967, dan 1968, termasuk GBHN, HAM, serta beberapa materi yang beraspek sejarah, geografi, dan ekonomi. Sesuai dengan amanat Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran ini berubah nama menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada kurikulum 1975. Dengan ditetapkannya Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4, maka terjadilah perkembangan yang cukup substantive mengenai materi pelajaran ini, yakni sangat dominannya materi P-4 dalam PMP. Bahkan dalam penjelasan ringkas tentang PMP oleh Depdikbud (1982) dinyatakan bahwa hakikat PMP tidak lain adalah pelaksanaan P-4 melalui jalur pendidikan formal. Hal ini tetap berlangsung hingga berlakunya Kurikulum 1984 maupun Kurikulum1994, dimana PMP telah berubah nama menjadi PPKN. Dalam perkembangannya yang terakhir, materi P-4 secara resmi tidak lagi dipakai dalam Kurikulum Suplemen 1999, apalagi. Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang P-4 telah dicabut dengan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 (Muchson AR:2003).
Pada era reformasi ini Pendidikan Kewarganegaraan juga sedang dalam proses reformasi ke arah Pendidikan Kewarganegaraan dengan paradigma baru ( New Indonesian Civic Education). Reformasi itu mulai dari aspek yang mendasar, yaitu reorientasi visi dan misi, revitalisasi fungsi dan peranan, hingga restrukturisasi isi kurikulum dan meteri pembelajaran. Seiring dengan itu, dalam sistem pendidikan nasional juga sedang disosialisasikan pembaharuan kurikulum dengan konsep yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competence Based Curriculum) atau disingkat KBK. Penerapan konsep baru ini tentu saja harus disesuaikan dengan model KBK. Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru berorientasi pada terbentuknya masyarakat sipil ( sivil society), dengan memberdayakan warga negara melalui proses pendidikan, agar mampu berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis. Print et al (1999:25) mengemukakan, civic  education is necessary for  the building and consolidation of a democratic society.
 Inilah visi Pendidikan Kewarganegaraan yang perlu dipahami oleh dosen dan guru, siswa danmahasiswa, serta masyarakat pada umumnya. Kedudukan warga negara yang ditempatkan pada posisi yang lemah dan pasif, seperti pada masa-masa yang lalu, harus diubah pada posisi yang kuat dan partisipatif. Mekanisme penyelenggaraan sistem pemerintahan yang demokratis semestinya tidak bersifat top down, melainkan lebih bersifat buttom up. Untuk itulah yang diperlukan pemahaman yang baik dan kemampuan mengaktualisasikan demokrasi di kalangan warga negara, ini dapat dikembangkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan.
Secara klasik tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia adalah untuk membentuk warga negara yang baik (a good citizen). Akan tetapi pengertian warga negara yang baik itu pada masa-masa yang lalu lebih diartikan sesuai dengan tafsir penguasa. Pada masa Orde Lama, warga negara yang baik adalah warga negara yang berjiwa revolosioner, anti imperialisme, kolonialisme, dan neo kolonialisme. Pada masa Orde Baru ,warga negara yang baik adalah warga negara yang Pancasilais, manusia pembangunan dan sebagainya. Sejalan dengan visi Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru, misi mata pelajaran ini adalah meningkatkan kompetensi siswa/mahasiswa agar mampu menjadi warga negara yang berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan yang demokratis.


B. FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
            Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 yang dikemas terdahulu.
            Bertujuan agar setiap penduduk negeri ini bisa merealisasikan apa yang menjadi cita-cita bagi bangsa ini. Karena setiap bangsa mempunyai cita-cita yang ingin dituju agar tercapainya kesejahteraan yang permanen.
Sedangkan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan memberikan kompetensi sbb:
 1. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Pusat Kurikulum, 2003:3).
C. SUBSTANSI MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Berdasar hasil studi di berbagai negara, Print (1999:12) berpendapat isi Pendidikan Kewarganegaraan yang prinsip adalah:
1. Hak dan tanggung jawab warga negara.
2. Pemerintahan dan lembaga-lembaga.
3. Sejarah dan konstitusi.
            4. Identitas nasional.
            5. Sistem hukum dan rule of law.
            6. Hak asasi manusia, hak-hak politik, ekonomi dan sosial.
            7. Proses dan prinsip-prinsip demokrasi.
            8. Partisipasi aktif warga negara dalam wacana kewarganegaraan.
            9. Wawasan internasional.
            10. Nilai-nilai dari kewarganegaraan yang demokratis.
           
Waterwoth (1998:3) mengemukakan tentang butir-butir concept of citiznship dan warga negara yang baik, yaitu:
            1. Menghargai warisan budaya masyarakatnya.
            2. Menggunakan hak pilih.
            3. Menghormati hukum dan norma-norma masyarakat.
            4. Memahami berbagai proses politik dan ekonomi.
            5. Menggunakan hak berbicara.
            6. Memberikan sumbangan bagi kebaikan keluarga dan masyarakat.
            7. Peduli terhadap lingkungan lokalnya.

 Sedangkan Abdul Azis Wahab (2000:5) mengemukakan sepuluh pilar demokrasi Indonesia yang harus menjadi prinsip utama penegembangan Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu:
1. Konstitusionalisme.
2. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa.
3. Kewarganegaraan cerdas.
4. Kedaulatan rakyat.
5. Kekuasaan hukum.
6. Hak asasi manusia.
7. Pembagian kekuasaan.
8. Sistem peradilan yang bebas.
9. Pemerintahan daerah.
10. Kesejahteraan sosial dan keadilan sosial.

Berdasarkan uraian dimuka diperoleh gambaran tentang keragaman luasnya cakupan materi dan penataan Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum. Hal ini bukanlah sesuatu yang harus dianggap aneh, sebab kurikulum pada dasarnya adalah suatu pilihan. Dilihat dari sudut keilmuan, standar materi mata pelajaan ini tidak sedemikian ketat, cukup fleksibel, bahkan mudah berubah. Indonesia sendiri mempunyai pengalaman mengenai sering diubahnya isi materi mata kuliah ini, seiring dengan pergantian rezim sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya.
Dari sekian banyak mata kuliah/mata pelajaran, tidak ada yang perubahan materinya sedinamis mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun demikian, Pendidikan Kewaganegaraan paradigma baru harus didasarkan pada standar kelayakan materi yang bersifat universal, Pancasila sebagai dasar negara (Muchson, 2003). Pusat kurikulum Diknas lewat konsep KBK Kewarganegaraan di SD dan MI, SMP dan MTs. serta SMA dan MA tahun 2003, mengajukan civic knoledge berupa aspek berbangsa dan bernegara yang terdiri dari sub aspek:
1. Persatuan bangsa;
2. Norma, hukum dan peraturan;
3. Hak asasi manusia;
4. Kebutuhan hidup warga negara;
5. Kekuasaan dan politik;
6. Masyarakat demokratis;
7. Pancasila dan konstitusi negara,
8. Globalisasi (Cholisin, 2004:18).

Aspek-aspek dari pengetahuan kewarganegaraan di atas pada dasarnya merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan peran warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Adapun substansi kajian Pendidikan Kewarganegaraan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi adalah sebagai berikut:
1. Pengantar
2. Hak asasi manusia
3. Hak dan kewajiban warganegara
4. Bela negara
5. Demokrasi
6. Wawasan Nusantara
7. Ketahanan nasional
8. Politik dan strategi nasional.



           
D. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN (MPK)
Proses pembelajaran di perguruan tinggi Indonesia, menyerap dan menyepakati filosofi konsep pendidikan internasional yang cenderung semakin, manusiawi, realistis, egaliter, demokratis, dan religius. Kebijakan pendidikan tinggi Indonesia, menerima deklarasi UNESCO (1998), yaitu hakikat pendidikan yang berwujud empat pilar pendidikan sebagai berikut: (1 ) Learning to Know termasuk prinsip learning to lern,  learning to think dan life long education; (2) Learning to Do; (3) Learning to Be dan (4) Learning to Live Together. 
Untuk keperluan pengembangan MPK dan MBB dikutipkan prinsip learning to live together sebagai berikut: (1) membangun solidaritas sosial, (2) memperkuat ketahanan masyarakat, (3) membangun sistem nilai, (4) upaya pembentukan identitas; (5) membangun pra kondisi untuk budaya perdamaian (Hamdan Mansoer, 2003:1).
Pendidikan tinggi di Indonesia mempunyai fungsi untuk pembentukan sosok lulusan yang utuh dan lengkap ditinjau dari segi kemampuan/ketrampilan dan kematangan/kesiapan pribadi. Karenanya pendidikan tinggi harus mampu menghasilkan (1) manusia unggul secara intelektual dan anggun secara moral, (2) kompeten menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (3) memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran sosial.
Oleh karea itu MPK lebih diarahkan kepada pemantapan dan pemahaman serta pengembangan filosofi untuk kepentingan pembentukan dan pengembangan kepribadian warga negara yang cendekia, cerdas, dan menguasai kompetensi profesinya. Kebijakan yang ditempuh antara lain mulai tahun akademis 2003-2004 diberlakukan kurikulum baru yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Kurikulum ini menekankan kejelasan hasil didik sebagai seseorang yang kompeten dalam hal: (1) menguasai ilmu pengetahuan dan ketrampilan tertentu, (2) menguasai penerapan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam bentuk kekaryaan, (3) menguasai sikap berkarya, (4) menguasai hakikat dan kemampuan dalam kehidupann bermasyarakat dengan pilihan kekaryaan. Berbekal kompetensi yang dimiliki, seorang lulusan pendidikan tinggi diharapkan mampu menjadikan bekal pendidikan yang diperolehnya sebagai pencerah masyarakat, bangsa dan negara. Untuk tercapainya maksud tersebut rumpun MPK dan MBB (mata kuliah berkehidupan bermasyarakat) punya peran strategis. Adapun yang termasuk rumpun MPK adalah Penidikam Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewaganegaraan. Sedangkan rumpun MBB antara lain Ilmu Sosial Dasar (ISD), Ilmu Budaya Dasar (IBD) yang sekarang oleh Dikti akan digabung menjadi Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD), serta Kealaman Dasar (IAD).
E. KOMPETENSI YANG DI HARAPKAN DARI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab, yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu melakukan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi yang diharapkan setelah menempuh pendidikan kewarganegaraan adalah, dimilikinya seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara, serta mampu turut serta dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara sesuai dengan profesi dan kapasitas masing-masing. Sifat cerdas yang dimaksud tampak dalam kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dalam bertindak, sedangkan sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditinjau dari nilai agama, moral, etika dan budaya.
Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat (2): Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat (a) Pendidikan agama, (b) Pendidikan Kewarganegaraan, (c) Bahasa. Pasal 2: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia. Pasal 3: Pendidikan nasional berfungsimengmbangkan kemampuan dan membentuk watak serta perdaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil, akan menumbuhkan sikap mental bersifat cerdas, penuh tanggung jawab dari perserta didik dengan perilaku yang: (a) Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa; (b) berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (c) bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara; (d) bersikap profesional yang dijiwai oleh kesadaran belanegara; (e) aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.

Melalui pendidikan kewarganegaraan diharapkan warganegara mampu memahami, menganalisis, serta menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara secara tepat, rasional, konsisten , berkelanjutan dan bertanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan nasional. Menjadi warga negara yang tahu hak dan kewajibannya, menguasai ilmu dan teknologi serta seni namun tidak kehilangan jati diri (tidak tercerabut dari akar budaya bangsanya). 

Pendidikan Kewarganegaraan [BAGIAN DUA]: Meringkas Salah Satu Bab Kajian Pendidikan Kewarganegaraan Tingkat Perguruan Tinggi

BAB 7: Ideologi Negara
           
 A. PERLUNYA IDEOLOGI BAGI SUATU BANGSA
 1. Pengertian Ideologi
Secara etimologis, ideologi berasal dari dua kata yaitu ideo  yang berarti cita-cita dan logos yang berarti ilmu, pengetahuan, dan paham. Dengan demikian ideologi dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan atau paham mengenai cita-cita. Ideologi sebenarnya merupakan penjelmaan dari filsafat, dan seperti halnya filsafat maka ideologi juga memiliki pengertian yang berbeda, karena masing-masing bertolak dari filsafat yang berbeda pula. Beberapa pengertian ideologi yang dikemukakan para ahli antara lain adalah sebagai berikut:
a. Menurut Heuken
(a) ilmu tentang cita-cita, gagasan atau buah pikiran;
(b) pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepentingan tertentu;
(c) kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya.

 b. Sastrapratedja
Ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur.

c. Murdiono
Ideologi adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
 Dari beberapa pengertian tentang ideologi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ideologi adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan cita-cita yang terdiri atas seperangkat gagasan-gagasan atau pemikiran manusia mengenai soal cita-cita politik, doktrin atau ajaran, nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 2. Perlunya Ideologi bagi Suatu Bangsa
Bagi suatu bangsa dan negara Ideologi adalah wawasan, pandangan hidup atau falsafah kebangsaan dan kenegaraannya. Oleh karena itu ideologi mereka menjawab secara meyakinkan pertanyaan mengapa dan untuk apa mereka menjadi satu bangsa dan mendirikan negara. Sejalan dengan itu ideologi adalah landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara mereka dengan berbagai dimensinya.
 Ideologi berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai pandangan hidup mereka. Melalui rangkaian atau sistem nilai dasar itu mereka mengetahui bagaimana cara yang paling baik, yaitu secara moral atau normatif dianggap benar atau adil, dalam bersikap dan bertingkah laku untuk memelihara, mempertahankan dan membangun kehidupan duniawi bersama dengan berbagai dimensinya.

 Ideologi memiliki beberapa fungsi bagi hidup dan kehidupan bangsa, antara lain:
a. Sebagai landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan juga kejadian-kejadian di alam sekitarnya.
b. Sebagai orientasi dasar yang memberikan makna dan menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Sebagai norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
            d. Sebagai bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.
e. Sebagai kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Sebagai pendidikan bagi seseorang atau bangsa untuk memahami serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.


 B. BEBERAPA IDEOLOGI NEGARA LAIN
 1. Kapitalisme
            a. Sejarah Perkembangannya
Kapitalisme muncul sebagai anak kandung dari paham i ndividualisme dan liberalism e. Kapitalisme mengalami perkembangan dalam tiga fase. Pertama, kapitalisme awal (1500-1750) yang didasarkan pada pemunculan sebuah industri tekstil di Inggris yang mulai menggunakan mesin-mesn sederhana. Kedua, kapitalisme klasik (1750-1914) yang ditandai begitu jelas dengan adanya revolusi industri. Cirinya memperkuat industri dengan dukungan teknologi baru. Ciri lainnya negara tidak perlu ikut campur dalam sistem ekonomi. Tokoh sentralnya adalah Adam Smith. Kapitalisme fase inilah yang disebut kapitalisme liberal. Ketiga, kapitalisme lanjut yang berkembang abad 20. Dalam fase ini kapitalisme mulai meninggalkan sistemnya yang dulu, yang disebut kapitalisme tradisional. Penganut ideologi ini antara lain adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Australia.

            b. Pengertian & Ciri- Ciri Pokok Kapitalisme
Kapitalisme adalah sebuah kondisi dimana dibolehkannya orang perorang memiliki kapital, baik dalam bentuk tunai maupun dalam bentuk alat-alat produksi. Dibolehkannya kapital yang tunai dipinjamkan dengan maksud memperoleh bunga, sehingga kapitalnya tumbuh menjadi besar. Dibolehkannya orang per orang itu menggunakan kapitalnya untuk berusaha, yaitu ikut serta dalam kegiatan produksi dan distribusi dengan maksud memperoleh laba. Juga diperbolehkannya memutar kapital miliknya dalam surat-surat berharga di Bursa Efek. Dibolehkannya laba itu ditumpuk terus yang semuanya menjadi hak milik pribadinya yang mutlak dan tidak boleh diganggu gugat. Besarnya kapital yang dimiliki oleh orang perorang itu juga tidak dibatasi. Kapitalnya boleh berakumulasi sampai berapa pun besarnya.
Demikianlah kondisi yang berjalan di bawah kapitalisme. Kondisi inilah yang akan berlangsung tumbuh kembangnya potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum. Lahirnya potensi, inisiatif dan daya kreasi ini akan menjadi motor penggerak tumbuhnya perekonomian suatu negara. Apakah ciri-ciri pokok kapitalisme itu?. Ciri-ciri utama kapitalisme adalah sebagai berikut:
            1) Hak Individu (individual ownership). Kebebasan individu untuk memiliki alat-alat produksi dan modal, bukan oleh negara. Negara hanya berkewajiban untuk mengurus pelayanan jasa pada masyarakat umum.
            2) Ekonomi pasar (market economy). Setiap orang bekerja dan melakukan aktivitas produksi tertentu sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Produsen menyediakan barang dan jasa untuk pasar, bukan untuk dirinya sendiri.
            3) Persaingan (competition). Konsekuensi logis dari berkembangnya ekonomi pasar adalah munculnya kompetisi di dalamnya. Terutama pada penentuan harga yang jelas-jelas dipengaruhi oleh otoritas kenyataan hubungan antara penjual dan pembeli.
            4) Keuntungan (profit). Ciri keempat dari kapitalisme adalah adanya prinsip keuntungan. Hal ini terlihat sangat jelas jika dibandingkan dengan sistem lainnya.
            Karena kapitalisme membuka peluang untuk itu dengan memberikan kebebasan kepada individu untuk berdagang, memilih dan melakukan pekerjaan, serta kebebasan individu untuk memiliki alat-alat produksi.

            c. Eksistensi Kapitalisme pada Saat Ini
Kenyataan membuktikan bahwa, hingga hari ini eksistensi kapitalisme sebagai ideologi masih belum bisa ditandingi oleh ideologi-ideologi besar manapun. Dengan iming-iming kesejahteraan dan kemapanan bangunan ekonomi kapitalisme berhasil menarik minat banyak negara untuk setia menganutnya. Kemunculan blok-blok ekonomi dan kekuatan kapital perusahaan-perusahaan transnasional benar-benar menjadi bukti kedigdayaan kapitalisme sebagai ideologi ekonomi sekaligus politik.
           
 2. Sosialisme-Komunisme
Beberapa pendapat menyatakan bahwa konsep tentang kemakmuran yang ideal dalam Republik di jaman filsuf Plato bersifat  sosialis, dan saat inilah sosialisme untuk pertama kali lahir. Alasannya karena golongan  kelas penguasa pada waktu itu tidak memiliki kekayaan pribadi dan sama-sama membagikan semua yang ada. Versi lain mengatakan bahwa kitab suci, terutama perjanjian lama, yang mula-mula mengatur tentang sosiaslis,  yang mencakup perlindungan bagi para buruh, wanita dan kaum lemah. Sosialisme modern muncul sebagai reaksi atas kesenjangan yang ditimbulkan oleh kapitalisme sebagai dampak dari revolusi industri. Pada awalnya, sosialisme dan komunisme mempunyai arti yang sama, tetapi akhirnya komunisme lebih dipakai untuk aliran sosialis yang lebih radikal. Komunisme bertitik tolak dari ajaran  Manifesto Comunis Marx-Engels, kaum komunis modern mengklaim dirinya sebagai ahli waris dari Marxisme. Di Uni Soviet Lenin menjadi tokoh sentral partai komunis yang dipimpinnya untuk menggulingkan penguasa Soviet yang sebelumnya telah sukses merebut kekuasaan dari Tsar yang runtuh pada 12 Maret 1917. Berbeda dengan Marx, Lenin tidak percaya pada kekuatan kaum buruh, tetapi ia lebih percaya terhadap kekuatan partai yang revolusioner untuk merubah banyak hal. Leninlah yang pertama kali membawa ideologi dalam praktek kenegaraan. Kematian Lenin pada tahun 1924 digantikan oleh Stalin yang tidak banyak berbeda dari pendahulunya. Selain Uni Soviet, Yugoslavia sebelum pecah adalah negara komunis terpenting yang perlu diketahui. Cuba juga menjadi referensi negara komunis di wilayah Amerka Latin. Fidel Castro telah membawa ideologi komunis untuk menjadi ideologi negaranya. Di Cina Mao Zedang telah melakukan terobosan besar dengan memakai sistem sosialis bagi negaranya dengan tekad swadaya juga bisa menjadi bukti kegagahan sosialisme-komunisme sebagai ideologi besar yang banyak dianut. Tetapi sejak keruntuhan Uni Soviet dan menggilanya kekuatan kapitalisme global, ideologi ini terlihat menjadi redup, meski masih ada beberapa negara yang setia menggunakannya.
Pokok-pokok ajaran komunis yang bertentangan dengan Pancasila, antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
(1) Ajaran komunisme bersifat atheis. Ajaran komunisme didasarkan atas kebendaan, maka komunisme tidak percaya kepada adanya Tuhan. Bahkan, agama dikatakannya sebagai racun bagi masyarakat. Ajaran tersebut jelas bertolak belakang dengan Pancasila.
 (2) Komunisme adalah internasionalisme. Pada prinsipnya masyarakat komunis adalah masyarakat komunis dunia yang tidak dibatasi oleh kesadaran nasional. Hal ini tercermin dari seruan Marx yang sangat terkenal, “Kaum buruh di seluruh dunia, bersatulah”. Komunisme juga menghendaki masyarakat tanpa nasionalisme. Hal ini bertentangan dengan Pancasila yaitu dengan sila Persatuan Indonesia, secara tegas menyatakan bahwa nasionalisme adalah asas yang fundamental. Bukan nasionalisme yang sempit, tetapi nasionalisme yang dijiwai kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Komunisme membangun negara berdasarkan kelas. Perekonomian masyarakat yang ada selama ini tidak adil karena dikuasai oleh kaum kapitalis. Menurut komunisme, keadaan itu hanya mungkin dirombak oleh kaum proletar dengan jalan mengadakan revolusi. Setelah revolusi berhasil maka kaum proletar dengan jalan mengadakan revolusi. Setelah revolusi berhasil maka kaum proletar sajalah yang akan memegang tapuk pimpinan pemerintahan dan menjalankan pemerintahan secara diktatur yang mutlak (diktatur proletariat).

3. Facisme
Setelah Perang Dunia I (1918), Italia adalah negara yang mula-mula berkenalan dengan facisme. Benito Musolini, seorang muda 37 tahun anak dari seorang pandai besi miskin yang mewariskan bakat revolusioner kepada anaknya. Benito Musolini pertama kali memperkenalkan istilah Facis me pada tahun (1920) untuk menamai gerakan revolusioner, gerakan bersenjata yang dipimpinnya, yang juga menjadi kendaraan politiknya untuk menjadi penguasa Italia. Disusul kemudian oleh saudaranya, Adolf Hitler muda di Jerman anggota Partai Buruh Sosialis Nasional Jerman inilah, yang nantinya menjadi roh Facisme Jerman yang lebih populer dengan Nazi  itu. Gerakan Facisme di Spanyol dipimpin oleh Francisco Franco (1936) yang naik ke puncak tahta setelah negaranya mengalami 3 tahun perang saudara. Di Asia, Jepang menjelma sebagai Fasis  dalam tahun 1930-an melalui fase seperti evolusi yang lamban ke arah lembaga-lembaga yang totaliter, setelah menyimpang dari warisan tradisi budaya aslinya. Harus diakui bahwa sejarah telah mencatat betapa kemunculan Fasisme sebagai paham sekaligus gerakan tidak lepas dari kekuatan Musolini dan Hitler. Dalam kurun itulah Fasisme menemukan jaman keemasannya, ia telah mempengaruhi pikiran banyak orang Italia, Jerman, Spanyol, Jepang dan wilayah-wilayah lainnya. Ciri khas Fasisme adalah totaliter, nasionalis, rasialis, dan mengidolakan (mengkultuskan) pemimpinnya.
Paham ini tidak begitu dikenal di tanah air kita, tetapi kerawanan-kerawanan yang terdapat dalam masyarakat dapat menjadi peka dan malahan mengundang kedatangan perilaku yang menjadi ciri dan cara berfikir  Facisme. Facisme pada dasarnya mendambakan negara yang kuat dengan pemusatan kekuasaan yang tunggal serta membangun orientasi pada nasionalisme eksklusif dengan mengandalkan kekuatan militer sehingga menganggap rendah harkat dan martabat bangsa, serta manusia lain. Paham ini jelas bertentangan dengan Pancasila.

 4. Pragmatisme
Perlu dibedakan pengertian antara Pragmatisme dengan pengertian pragmatis. Cara yang pragmatis mengacu pada hal yang teknis saja, sedangkan Pragmatisme sebagai orientasi mengacu pada sikap dan wawasan. Sikap dan wawasan Pragmatisme pada hakikatnya hanya menghargai manfaat dan hasil akhir, bukan prinsip-prinsip yang mendasari usaha untuk memetik manfaat dan memberikan hasil. Jadi, Pragmatisme pada hakikatnya adalah anti ideologi dan menganggap tidak ada gunanya membicarakan ideologi negara. 
             
           
 C. SIKAP SETIA TERHADAP IDEOLOGI NEGARA
Pada hakikatnya setiap manusia Indonesia, dalam dirinya terdapat identitas yang majemuk atau ganda. Pertama,  sebagai umat sesuatu agama tertentu, sekaligus sebagai warga negara kesatuan Republik Indonesia. Kedua,  sebagai individu sekaligus sebagai manusia sosial dari masyarakat dan lingkungannya. Sebagai konsekuensinya maka di atas pundak setiap pribadi manusia Indonesia terpikulkan tugas dan kewajiban yang ganda pula. Tugas dan kewajiban tersebut adalah:
a.      Menjunjung tinggi dan mematuhi serta setia dengan penuh keimanan dan ketakwaan akan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
 b. Menghormati dan menaati serta harus juga setia pada dasar negara Pancasila, yang merupakan konsensus nasional. Kedua jenis tugas dan kewajiban yang ganda tersebut, memiliki perbedaan asal, yang satu berasal dari Tuhan dan yang satunya lagi berasal dari hasil daya cipta, rasa dan karsa manusia semata-mata. Oleh karena itu wajar apabila keduanya memiliki ciri khas dan sifat sendiri-sendiri. Kelainan ciri khas masing-masing tersebut merupakan pencerminan dari mana berasal.
 Dua kewajiban tersebut harus ditunaikan oleh manusia Indonesia, di dalam:
            a. Pola pikir
            b. Ucapan, tindakan, dan perilaku
            c. Pola hidup dan budaya
            d. Kepribadian.

Dengan demikian diharapkan pada setiap diri pribadi manusia Indonesia, memiliki ciri khas yang membedakannya dengan bangsa lain. Baik Pancasila maupun ajaran agama pada dasarnya ada kesamaan konsep untuk tercapainya kebahagian hidup, yaitu keselarasan, keseimbangan dan keserasian:
                        a. Dalam kehidupan pribadi.
                        b. Dalam hubungan manusia dengan masyarakat.
                        c. Dalam hubungan manusia dengan alam.
                        d. Dalam hubungan bangsa dengan bangsa lain.
                        e. Kewajiban Bangsa Indonesia Untuk Mempertahankan Ideologi Pancasila

f. Dalam hubungan manusia dengan Tuhannya untuk mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan batiniah.