“Buku Pegangan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi & Mahasiswa” (tahun 2011)
BAB 9: WAWASAN NUSANTARA
A. Pengantar
Semua bangsa dan negara pasti memiliki cita-cita baik yang tertulis maupun yang tidak. Cita-cita tersebut sangatlah penting perannya bagi suatu negara, karena cita-cita dan tujuan tersebut memberikan gairah atas kehidupan serta memberikan arah dalam penentuan tujuan nasionalitu sendiri. Cita-cita bangsa Indonesia tercermin dalam pembukaan UUD 1945 alinea kedua :
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang nerdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur”
Bangsa Indonesia sadar bahwasanya kemerdekaan itu bukanlah tujuan akhir dari perjuangan bangsa, melainkan merupakan alat untuk merealisasikan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Berdasarkan cita-cita tersebut ditentukan tujuan nasional bangsa Indonesia yang rumusannya termuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat, yaitu :
1. Membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Untuk memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdasakan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam upaya perwujudan cita-cita dan tujuan nasional tersebut, ada tiga faktor penentu yang harus diperhatikan, yaitu geografi, manusia dan lingkungannya. Bagaimana bangsa itu memanfaatkan kondisi geografis, sejarah, serta kondisi sosial budayanya dalam mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya, serta bagaimana bangsa itu memandang diri dan lingkungannya. Wawasan nusantara merupakan cara pandang bangsa Indonnesia tentang diri dan lingkungannya.
B. Pengertian
1. Wawasan, artinya : penglihatan, pandangan, tinjauan atau tanggap yang bersifat ke-indera-an. Selain menunjukkan aksi untuk mengetahui serta arti pengaruh-pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa, juga melukiskan cara pandang, cara lihat atau cara tanggap inderawi.
2. Nasional, menunjukkan kata sifat, ruang lingkup, bentuk yang berasal dari kata nation yang berarti bangsa yang telah mengidentikkan diri dalam kehidupan bernegara atau secara ringkas, dikatakan bangsa yang telah bernegara.
3. Nusantara, dipergunakan untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia serta antara Benua Asia dan Benua Australia.
4. Wawasan nasional merupakan “cara pandang” suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya. Wawasan ini merupakan penjabaran dari falsafah bangsa sesuai dengan keadaangeografis suatu bangsa serta sejarah yang dialaminya.
- Bagaimana bangsa itu memanfaatkan kondisi geografis, sejarh serta kondisi sosial budayanya dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional.
- Bagaimana bangsa itu memandang diri dan lingkungannya.
5. Wawasan Nusantara diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945, yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaannya dalanm mencapai tujuan nasional. Wawasan Nusantara adalah cara pandang, cara memahami, cara menghayati, cara bersikap, cara bertindak, berfikir dan bertingkah laku bagi bangsa Indonesia sebagai hasil interaksi proses psikologis, sosiokultural.
C. Wawasan Nusantara Sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
Secara konstitusional, Wawasan Nusantara dikukuhkan dengan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bab II Sub E, pokok-pokok Wawasan Nusantara dinyatakan sebagai Wawasan dalam mencapai tujuan Pembangunan Nasional adalah Wawasan Nusantara yang mencakup :
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Politik, dalam arti :
a. Bahwa kebutuhan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah. Ruang hidup dan kesatuan mitra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad didalam mencapai cita-cita bangsa.
d. Bahwa Pancasila adalah satu-satu falsafah serta idiologi bangsa dan negara, yang melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
e. Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Sosial dan Budaya, dalam arti :
a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, prikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata, dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
b. Bahwa budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.
3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi, dalam arti :
a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam mengembangkan ekonominya.
4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Pertahan dan Keamanan, dalam arti :
a. Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman bagi seluruh bangsa dan negara.
b. Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam pembelaan negara.
D. Dasar Pemikiran Wawasan Nusantara.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi pemikiran Wawasan Nusantara. Di dalam uraian ini hanya akan dibahas faktor yang mendasar yaitu :
1. Geografis
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil, dengan 6.044 diantaranya sudah diberi nama, serta hanya kurang lebih 3.000 pulau yang dihuni penduduk. Indonesia dikenal subur dengan flora dan faunanya, terdapat kekayaan alam yang melimpah terutama bahan-bahan vital dan strategis seperti: minyak bumi, timah, besi, bauksit, mangaan, batubara.
Indonesia sebagai suatu negara yang terdiri dari ribuan pulau-pulau besar dan kecil, dan mempunyai wilayah perairan yang dikelilingi oleh samudera-samudera yang sangat luas, yaitu sAmudra Indonesia dan Pasifik, dan juga diapit oleh dua benua, yaitu Australia dan Asia. Kedudukan Indonesia yang berada pada posisi silang dunia, oleh karena itu dinamakan NUSANTARA. Kepulauan Indonesia dengan semua perairannya, dipandang oleh bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak terpisah-pisah satu pulau dengan pulau lainnya.
Cara pandang bangsa Indonesia tersebut telah lama dihayati, sehingga dalam menyebut tempat hidupnya atau tumpah darahnya pun digunakan istilah “tanah air”. Istilah ini mengandung arti, bahwa bangsa Indonesia tidak pernah memisahkan “tanah” dan “air”, memisahkan “daratan” dan “lautan”. Daratan dan lautan merupakan satu kesatuan utuh, laut dianggap sebagai pemersatu, bukan sebagai pemisah antara pulau satu dengan pulau lainnya.
2. Geopolitik
Geo mempunyai arti bumi; jadi Geopolitik adalah politik yang tidak lepas dari pengaruh kondisi geografis dari bumi yang menjadi wilayah hidupnya. Istilah Geopolitik (geopolitics) adalah singkatan dari Geographical Politics, dicetuskan oleh Rudolf Kjellen. Kjellen mencetuskan istilah tersebut dalam rangka mengemukakan suatu sistem politik yang menyeluruh, yang terdiri atas Geopolitik, Demopolitik, Ekonomopolitik, Sosiopolitik dan Kratopolitik. Bermula seorang ahli geografi bernama Frederich Ratzel mendalami Biologi untuk memperluas cakrawala wawasannya, yang kemudian dia berpendapat bahwa pertumbuhan negara mirip dengan pertumbuhan organisme yang memerlukanr uang hidup yang mencukupi agar dapat tumbuh dengan subur.
Teorinya dikenal sebagai “teori organisme” atau “teori biologis” (teori organisme biologis). Pendapat Ratzel mengundang perhatian Rudolf Kjellen yang menyatakan dengan tegas bahwa negara adalah suatu organisme, bukan hanya mirip seperti pendapat Ratzel.
Pandangan Ratzel serta Kjellen kemudian dikembangkan oleh Karl Haushofer, tentang ada perbedaan cara pandang dari Haushofer dengan cara pandang Kjellen. Haushofer melihat, bahwa Geopolitik-lah yang mencakup “seluruh sistem politik Kjellen”. Haushofer memberi arti Geopolitik sebagai:
a. Doktrin negara di bumi
b. Doktrin perkembangan politik didasarkan pada hubungannya dengan bumi.
c. Landasan ilmiah bagi tindakan politik dalam perjuangan kelangsungan hidup suatu organisme negara untuk mendapatkan ruang hidupnya. Karl Haushofer mengembangkan “Geopolitik” tersebut dan dirupakan dalam:
a. Lebensraum (ruang hidup), dia mengambil istilah dari Ratzel, bahwa manusia sama halnya dengan fauna dan flora yang memerlukan ruang hidup. Jika jumlah penduduk suatu negara lebih banyak dibandingkan dengan luas wilayahnya, maka negara tersebut harus berupaya memperluas ruang hidupnya, agar segala kebutuhannya tercukupi. Untuk itu negara harus mengusahakan:
b. Autarki, yaitu cita-cita untuk dapat memenuhi kebutuhan negara sendiri tanpa menggantungkan diri pada hasil-hasil negara lain. Ini dimungkinkan apabila wilayah negara cukup luas untuk menampung kebutuhan tadi. Berdasarkan anggapan ini, lahirlah:
c. Pan-region (satuan wilayah), mendasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam teori “Lebensraum dan Autarki”. Dalam menyusun konsepsinya, Haushofer memandang dunia cukup dibagi dalam 4 pan-region, yaitu:
1) Pan-Amerika, suatu “perserikatan wilayah” yang paling alami karena terpisah dari negara lain oleh samudra, dan Amerika Serikat ”dianggap” sebagai pemimpinnya.
2) Pan-Ero Afrika, “Dikuasai” oleh Jerman. Wilayahnya bukan hanya termasuk negara-negara kecil di Eropa saja, melainkan negara besar seperti Perancis dan Italia. Rusia disarankan membuat pan-region sendiri, sedangkan Inggris dibiarkan “mengambang”.
3) Pan-Rusia, terdiri dari wilayah Uni Soviet dan India, “dikuasai” Rusia.
4) Pan-Asia, terdiri dari bagian timur Benua Asia, Australia dan Kepulauan diantaranya, “dipimpin” Jepang; Pan-Region ini oleh Jepang dinamakan “Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”. Memang tujuan Karl Haushofer mengemukakan teori “Geoplitik” ialah untuk menyiapkan upaya “justifikasi” pihak Jerman mengembangkan politik ekspansionisme-nya serta paham rasialisme-nya.
Mengenai teori Geopolitik, bangsa Indonesia tidak sependapat dengan cara berfikirnya Haushofer yang mengarah ke ekspansionisme-rasialisme, melainkan mendasarkan kepada pertimbangan kondisi dan konstalasi geografi wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan untuk mewujudkan cita-citanya dan tujuan nasionalnya. Landasannya adalah falsafah Pancasila yang penerapannya tidak mengandung benih ekspansionistis maupun kekerasan, sebagaimana tercantum dalam tujuh nasional keempat Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu menginginkan “dunia yang tertib, dunia yang damai dan yang ber-keadilan sosial”. Selain teori ahli geopolitik di atas masih ada beberapa teori lainnya, ialah:
a. Wawasan Benua
Sir Halfod Mc. Kinder mencetuskan Wawasan Benua atau konsep kekuatan di darat. Ia mengatakan barang siapa menguasai “daerah jantung” (Eropa Timur dan Rusia merupakan daerah poros/pivot area), ia akan menguasai pulau dunia (Eropa, Asia, Afrika) yang pada akhirnya akan menguasai dunia.
b. Wawasan Bahari
Sir Walther Raleigh dan A.T. Mahan mengemukakan Wawasan Bahari atau konsep kekuatan di laut. Mereka mengatakan bahwa siapa yang mengusai lautan akan menguasai perdagangan dan siapa menguasai perdagangan berarti menguasai kekayaan dunia, sehingga dunia akan dikuasainya.
c. Wawasan Dirgantara
W. Mitchel, A. Saversky, G. Douhet dan J.F.C. Fuller melahirkan teori wawasan dirgantara atau konsep kekuatan di udara. Mereka berpendapat bahwa kekuatan di udara merupakan daya tangkal yang ampuh terhadap ancaman dan dapat melumpuhkan musuh di kandangnya sendiri, agar tidak mampu lagi bergerak untuk menyerang.
d. Wawasan Kombinasi
N.J. Spijkman menghasilkan teori daerah batas ( rimland) yang dinamai Wawasan Kombinasi. Teori inilah yang banyak dipakai oleh negarawan ahli geopolitik dan strategi untuk menyusun kekuatan bagi negaranya. Sebelum tahun 1966 jaman Orde Lama Angkatan Perang RI terpengaruh oleh wawasan-wawasan tersebut, sehingga lahirlah:
- AD menganut Wawasan Benua, yang dirumuskan dalam doktrin “Tri Ubaya Sakti”
- AL menganut Wawasan Bahari, yang dirumuskan dalam dokrin “Eka Gasana Jaya”
- AU menganut “Swa Buwana Pakca”
- POLRI mempunyai doktrin “Tata Tentrem Kerta Raharja”
Adanya wawasan yang berbeda-beda itu membawa persaingan antar angkatan yang tidak sehat yang dimanfaatkan oleh PKI untuk mengadu domba antar-angkatan. Keadaan ini baru disadari setelah terjadinya pemberontakan G 30 S/PKI sehingga diadakan upaya untuk menyusun satu doktrin yang mencakup keempat matra (POLRI termasuk ABRI). Upaya ini dilakukan pada tahun 1966 dalam seminar Hankam yang berhasil menyusun doktrin “Catur Dharma Eka Karma” (Cadek). Pada tahun 1966 itulah pertama kali dikumandangkan istilah Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Hankamnas. Kemudian Wawasan Nusantara ditingkatkan menjadi Wawasan Nasional Indonesia, sehingga Wawasan Hankamnas menjadi bagian dari Wawasan Nusantara.
3. Geostrategi
Indonesia berada pada posisi silang dunia yang sangat strategis. Posisi silang yang demikian membawa pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Pengaruh tersebut dapat merupakan pengaruh baik dan pengaruh buruk. Negara harus lebih mempertimbangkan dan memperhatikan pengaruh-pengaruh yang tidak menguntungkan, lebih-lebih kalau posisi Indonesia ini dikaitkan dengan sumber-sumber kekayaan alamnya, maka bahaya/ancaman dari luar akan lebih besar lagi. Posisi siang Indonesia jika kita kaji lebih dalam, maka ternyata tidak hanya bersifat fisik-geografis belaka, tetapi juga dalam segala aspek sosial, antara lain:
- Demografis, penduduk di sebelah selatan jarang/tipis, sedang di sebelah utara padat.
- Ideologis, antara liberalisme di selatan, dan komunisme di utara.
- Politis, sistem demokrasi liberal di selatan dan sistem diktatur proletariat di utara.
- Ekonomi, antara sistem ekonomi kapitalis di selatan dan sistem ekonomi terpusat (sosialis) di utara.
- Sosial, antara idnividualisme di selatan dan komunisme di utara.
- Budaya, antara kebudayaan barat di selatan dan kebudayaan timur di utara.
- Hankam, sistem pertahanan maritime di selatan dan sistem pertahanan kontinental di utara. Keberadaan Indonesia pada posisi silang menimbulkan proses akulturasi yang menjadikan bangsa Indonesia menjadi seperti sekarang ini, baik sosial, religi, bahasa maupun budayanya. Di pihak lain pada posisi tersebut memberikan dua laternatif yang harus diambil oleh Indonesia, yaitu:
a. terus menerus menjadi obyek lalu-lintas kekuatan
b. ikut serta mengatur “lalu-lintas” kekuatan dalam arti berperan sebagai subyek (hubungan dengan politik luar negeri: bebas-aktif).
Pengaruh-pengaruh buruk dari posisi silang harus dihadapi dan diatasi, untuk itu diperlukan adanya suatu konsep Ketahanan Nasional, yang memakai landasan “Wawasan Nuantara”.
4. Historis dan Yuridis Formal
Untuk memahami proses pemikiran tentang Wawasan Nusantara perlu diadakan pendekatan secara histories dan yuridis. UUD 1945 tidak menentukan secara tegas mengenai batas-batas wilayah RI. Karena itu kita mengacu pada pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 “Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini”.
Pada jaman Hindia Belanda di tahun 1939 keluarlah Ordonasi (setingkat UU) tentang “Teritoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie” (Ordonansi tentang lautan teritorial dan wilayah maritime), ditentukan bahwa setiap pulau mempunyai batas wilayah sendiri-sendiri dengan lebar 3 mil laut. Ini berarti bahwa di antara pulau-pulau terdapat rongga pemisah oleh “air lautan” sehingga “air” merupakan pemisah. Dengan begitu maka di antara pulau-pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Irian Jaya, terdapat lautan bebas, dikenal dengan lautan internasional, sehingga kapal-kapal asing dapat bergerak bebas di lautan tersebut. Hal yang demikian tentunya tidak menguntungkan bagi negara Indonesia yang merdeka. Berarti kapal-kapal perang Belanda dapat berlayar bebas dari negara Belanda di Irian yang waktu itu masih dijajahnya, sehingga sangat merugikan dari aspek keamanan nasional”.
a. Deklarasi Juanda
Tepatnya pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah RI mengeluarkan pengumuman yang dikenal sebagai “Deklarasi Juanda” yang bermaksud mengganti kedudukan Ordonansi 1939 di atas. Pada hakekatnya deklarasi Juanda menerapkan “asas kepulauan” yang memandang kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mengganti “asas pulau” yang dianut pada jaman Hindia Belanda. Kemudian deklarasi tersebut dituangkan dalam Undang-undang Nomor 4/PRP/1960, yang isinya:
1) Perairan Indonesia ialah lautan wilayah beserta pedalaman (perairan Nusantara)
2) Laut wilayah Indonesia ialah jalur melebar 12 mil laut dari pulau-pulau yang terluar yang dihubungkan garis lurus antara satu dengan lainnya.
3) Apabila ada selat yang lebarnya kurang dari 24 mil laut dan RI tidak merupakan satu-satunya negara tepi (ada negara tetangga), maka garis batas laut wilayah ditarik pada tengah selat.
4) Perairan pedalaman (perairan Nusantara) adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis dasar.
5) Hak lintas laut damai kapal perang asing diakui dan dijamin sepanjang tidak mengganggu keamanan dan keselamatan negara/ bangsa. Implikasi positif (klaim) Wawasan Nusantara yang tercantum dalam UU Nomor 4/PRP/1960 ialah apabila sesuai dengan Ordonansi 1939 wilayah Hindia Belanda hanya seluas 2.027.087 km2 berdasarkan “asas pulau”, maka berdasarkan “asas kepulauan” wilayah RI menjadi bertambah 3.166.163 km2 wilayah perairan pedalaman/perairan nusantara, hingga berdasarkan klaim tersebut luas wilayah RI menjadi 5.193.250 km2 (lautan dan daratan). Meskipun pertambahan wilayah berwujud perairan, namun mengandung banyak sumber kekayaan alam. Ketentuan yang ada pada undang-undang tersebut merupakan perwujudan makna dari alinea-4. Pembukaan UUD 1945, dihubungkan dengan pasal 1 ayat (1) UUD 1945 “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik”. Lebih penting dari itu adalah bahwa Deklarasi Juanda 1957 merupakan titik pangkal lahirnya klaim Wawasan Nusantara yang merupakan konsepsi kewilayahan. Penentuan garis batas Indonesia dengan menggunakan jalan menghubungkan pulau-pulau terluar dengan garis lurus antara pulau satu dengan lainnya adalah mengikuti jurisprudensi yang dikeluarkan Mahkamah Internasional di Den Haag tahun 1951 ,yaitu putusan tentang sengketa Norwegia-Inggris tahun 1939 (Anglo-Norwegian Fisheries Case), putusannya dikenal dengan sebutan “point to point theory”. Mengenal “lalu-lintas damai” diatur dalam PP Nomor 8/1962, dan dijabarkan dalam Keppres Nomor 16/1971, yaitu tentang ijin berlajar bagi kapal sipil oleh Menteri Perhubungan dan bagi kapal militer oleh Menteri Pertahanan Keamanan.
b. Konsepsi Landas Kontinen
Indonesia dikenal dengan kekayaan sumber daya alamnya, baik didaratan, di bawah tanah, maupun yang berada di lautan perairan Indonesia. Untuk merealisir pasal 33 ayat (3) UUD 1945 “Bumi dan air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 44/1960 tentang “pertambangan Minyak dan Gas Bumi serta Undang-undang Nomor 11/1967 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Meskipun telah dikeluarkan perundang-undangan tersebut di atas, maka untuk lebih memperluas ruang lingkup dan lebih berhasil guna. Pemerintah RI pada tanggal 17 Februari 1969 mengeluarkan pengumuman tentang “Deklarasi Landas Kontinen Indonesia”. Deklarasi tersebut kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 1/1973 tentang “Landa Kontinen Indonesia”, yang adalah juga merupakan penjabaran dari pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Sudah menjadi pendapat banyak negara bahwa landasan kontinen merupakan lanjutan dari suatu daratan, sehingga wajar apabila sumber kekayaan alam yang terdapat di bawah landas kontinen tersebut merupakan hak eksklusif negara yang bersangkutan. Deklarasi tersebut sesuai dengan kebiasaan praktek negara yang dibenarkan pula oleh Hukum Internasional, yaitu bahwa suatu negara pantai mempunyai penguasaan dan yurisdiksi yang eksklusif atas kekayaan mineral dan kekayaan lainnya dalam dasar laut dan tanah di dalamnya pada landas kontinen sampai kedalaman 200 meter.
Untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam deklarasi tersebut Pemerintah RI telah menyelesaikan soal-soal garis landas kontinen dengan negara-negara tetangga, dan berdasarkan persetujuan batas kontinen tadi, RI mempunyai kedaulatan atas kekayaan alam di landas kontinen seluas lebih kurang 800.000 mil2.
c. Konsepsi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil
Didorong oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang penambangan kekayaan alam hayati, serta adanya peningkatan jumlah penduduk dunia maka negara berusaha memenuhi kebutuhan manusia demi kelestarian hidup bangsa.
Tanpa mengadakan ekspansi kewilayahan terhadap wilayah daratan negara lain, maka negara-negara pantai memanfaatkan perairan/lautan seluas mungkin, yaitu 200 mil laut apabila tidak berhadapan dengan negara lainnya.
Saat ini telah ada lebih kurang 90 negara yang mengeluarkan pernyataan tentang ZEE, yang sering disebut “Zona Perikanan”. Indonesia adalah negara kepulauan yang sebagian besar berbatasan dengan lautan, sering dihadapkan pada tindakan sepihak dari negara-negara asing yang kapal-kapalnya masuk ke perairan Indonesia untuk “menguras” ikan. Oleh karenanya seperti halnya negara-negara pantai lainnya yang telah mengumumkan tentang ZEE, Indonesia pada tanggal 21 Maret 1980 mengumumkan tentang “Deklarasi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia” (ZEE), yang dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1983.
Di dalam ZEEI kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa di bawah permukaan laut dijamin sesuai dengan hukum internasional.
d. Ruang Angkasa
Kalau kita membagi secara horizontal maka kita akan menghadapi batas di darat dan di laut, tetapi kalau kita membagi secara vertikal kita akan menghadapi “batas” di ruang angkasa, di dasar laut dan tanah di bawahnya. Apabila sebelumnya kita telah membicarakan tentang matra daratan dan matra lautan, sekarang akan dibahas matra udaranya. Membicarakan tentang matra udara terasa penting, terutama dengan ditemukannya pesawat terbang, ditambah lagi kemajuan IPTEK. Dalam penerapan Hukum Angkasa terdapat pula beberapa aliran:
a) Teori Udara Bebas:
1) Kebebasan ruang tanpa batas, artinya dapat dipergunakan oleh siapapun. Dengan demikian tidak ada negara yang mempunyai hak dan kedaulatan di ruang udara.
2) Kebebasan ruang terbatas, dibagi 2:
- Negara kolong berhak mengambil tindakan tertentu untuk memelihara keamanan dan keselamatan.
- Negara kolong hanya mempunyai hak terhadap wilayah tertentu. Adanya teori yang menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara haruslah terbatas adalah:
- Teori Keamanan
Fauchille menyatakan negara mempunyai kedaulatan wilayah udara dibatasi dengan kebutuhan untuk menjaga keamanan. Pada tahun 1901 ditentukan dengan ketinggian 1.500 m, tetapi pada tahun 1910 dirubah menjadi 500 m.
- Teori Penguasaan Cooper
Pada tahun 1950 Cooper menyatakan bahwa kedaulatan udara ditentukan oleh kemampuan negara yang bersangkutan dalam menguasai ruang udara di atas wilayahnya secara fisik dan ilmiah. Teori ini menguntungkan bagi negara-negara yang mempunyai kemampuan teknologi canggih, sebaliknya merugikan bagi negara-negara berkembang.
- Teori Udara Schachter
Schachter menyatakan bahwa wilayah udara hendaknya sampai suatu ketinggian di mana udara masih cukup mampu mengangkat atau mengapungkan balon/pesawat udara. Pada saat ini ketinggian tersebut lebih kurang 30 mil dari muka bumi.
b) Teori “Negara Berdaulat di Udara”
Mengenai teori ini belum ada kesepakatan di forum internasional. Mengenai airspace (ruang angkasa) masih sering menimbulkan salah pengertian batas jarak ketinggian di ruang udara, yaitu dari mana awal mengukurnya, apakah diukur dari permukaan laut ataukah dari titik tertinggi (puncak gunung) negara tersebut. Bagi Indonesia wilayah dirgantara (ruang angkasa dan antariksa) termasuk Orbit Geo Stasioner adalah dengan jarak lebih kurang 36.000 km.
E. Unsur Dasar Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya merupakan fenomena (gejala) sosial yang dinamis memiliki 3 unsur dasar, yaitu: wadah, isi dan tata laku.
A. Wadah
Untuk memahami wadah kita perlu meninjau arti dari “asas archipelago”, yaitu kumpulan pulau-pulau dan lautan sebagai kesatuan archipelago itu selalu menunjukkan mana suatu kesatuan wilayah, yang batas-batasnya ditentukan oleh laut, dalam lingkungan mana terdapat pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau”.
1) Bentuk wujud
Bentuk wujudnya adalah berupa kepulauan Nusantara, yang mempunyai kedudukan geografis yang khas yaitu berada pada posisi silang didunia serta mempunyai pengaruh besar dalam tata kehidupan dan sifat perikehidupan nasional. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut di antaranya:
- Menjadi lalu lintas aspek-aspek kehidupan sosial dunia
- Hubungan antar bangsa akan lancar, apabila kepentingan nasionalnya teprenuhi atau minimal tidak dirugikan
- Wiliayah nusantara mempunyai kekayaan alam yang melimpah, tenaga manusia banyak serta murah. Hal tersebut merupakan daya tarik tersendiri bagi negara-negara yang tidak memiliki unsur-unsur dimaksud, sehingga merupakan sumber yang tidak menguntungkan bagi nusantara.
Bentuk wujud Nusantara memiliki sifat yang manunggal, utuh dan menyeluruh, meliputi:
- manunggal di bidang wilayah
- manunggal di bidang bangsa
- manunggal di bidang ideologi
- manunggal di bidang politik
- manunggal di bidang ekonmi
- manunggal di bidang sosial budaya
- manunggal di bidang hankam
- manunggal di bidang psikologi
- keseimbangan dalam kehidupan
2) Tatanan Susunan Pokok/Tata Inti Organisasi
Sarana untuk mengetahui organisasi suatu negara ialah dengan mempelajari UUD-nya. Demikian halnya untuk Indonesia harus dilihat pada UUD 1945. Tata inti organisasi yang dimaksud menyangkut:
a) Bentuk Kedaulatan (Bab I Pasal 1)
- Negara Kesatuan yang berbentuk Repulik
- Kedaulatan ada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnyaoleh MPR.
b) Kekuasaan Pemerintahan Negara (Bab III Pasal 4 s.d. 15)
- Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
c) Sistem Pemerintahan Negara (Penjelasan UUD 1945)
- Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.
- Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi dan tidak berdasarkan absolutisme (Kekuasaan yang tidak terbatas)
- Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan MPR.
- Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dibawah MPR.
- Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
- Mentri Negara ialah Pembantu Presiden : Mentri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
- Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
d) Sistem, Perwakilan (Bab VII pasal 19)
- Kedudukan DPR adalah kuat, Dewan tidak dapat dibubarkan oleh presiden. Anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota MPR, sehingga dapat senantiasa mengawasi tindakan Presiden sebagai Mandataris MPR.
3) Tata Susunan Pelengkap/Kelengkapan Organisasi
Agar tujuan nasional dapat tercapai dengan tertib dan mantap diperlukan suatu tata kelengkapan organisasi, antara lain:
a. Aparatur Negara harus mampu mendorong menggerakkan serta mengarahkan usaha-usaha pembangunan ke sasaran yang telah ditetapkan untuk kepentingan rakyat banyak berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Kesadaran politik dan kesadaran bernegara dari masyarakat, organisasi negara harus mampu untuk meningkatkan kesadaran politik dan kesadaran bernegara dari masyarakat, serta mampu menampung aspirasi politik masyarakat, baik sebagai perseorangan maupun orpol/ormas dalam rangka meningkatkan stabilitas politik.
B. Isi
Aspirasi bangsa Indonesia sebagai “isi” dari Wawasan Nusantara dapat dirinci menjadi: cita-cita proklamasi, asas/sifat dan ciri-ciri, dan cara kerja.
1) Cita-cita yang terkandung dalam Wawasan Nusantara adalah sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 “mewujudkan Negara Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil-Makmur”. Cita-cita dari Wawasan Nusantara bersifat:
a) Ke dalam bertujuan untuk:
- melindungi segenap bangsa dan tanah air Indonesia
- memajukan kesejahteraan umum
- mencerdaskan kehidupan bangsa
b) Sifat dan ciri-ciri
Aspirasi bangsa Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh menyeluruh memiliki ciri-ciri/ sifat:
a. Manunggal, yaitu keserasian dan keseimbangan yang dinamis dalam segenap aspek kehidupan, baik aspek alamiah maupun aspek sosial, sesuai makna sesanti “Bhinneka Tunggal Ika”.
b. Utuh-menyeluruh, bahwa aspirasi bangsa dalam mewujudkan
Wawasan Nusantara yang utuh-menyeluruh (komprehensif-integral) dalam segala aspek kehidupan, sehingga akan menghasilkan nusantara dan rakyat Indonesia yang utuh dan bulat dan tidak dapat dipecah-pecah oleh kekuatan apapun, sesuai dengan Sumpah Pemuda “Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa”.
c) Cara kerja bangsa Indonesia untuk mewujudkan Wawasan Nusantara berpedoman kepada Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan UUD 1945 yang memberikan arah mengenai cara pengendalian hidup bermasyarakat serta penetapan hak asasi dan kewajiban bangsa
Indonesia. Untuk dapat mencapai kebahagiaan lahir-batin serta dapat mencapai tujuan dari Wawasan (identik dengan Tujuan Nasional), maka dipersyaratkan agar semu WNI dapat mengamalkan Pancasila calam kehidupan sehari-hari, baik secara obyektif maupun subyektif.
- Pelaksanaan obyektif, yaitu falsafah negara digunakan sebagai sumber hokum dan mendasari segenap penyelenggaraan kenegaraan
- Pelaksanaan subyektif, yaitu pengamalan Pancasila oleh individu bangsa Indonesia dalam tindakan dan kegiatan sehari-hari (dalam cipta, cita, rasa, karsa dan karya).
C. Tata Laku
Tata laku sebagai unsur dari Wawasan Nusantara adalah tindakan perilaku bangsa Indonesia dalam melaksanakan aspirasinya guna mewujudkan Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh menyeluruh dalam mencapai tujuan nasional.
1) Tata laku batiniah
Tata laku batiniah berwujud pengamalan falsafah Pancasila yang melahirkan sikap mental sesuai kondisi lingkungan hidupnya dalam mewujudkan Wawasan Nusantara. Tata laku batiniah terbentuk karena kondisi dalam proses pertumbuhan hidupnya yang merupakan produk dari kebiasaan yang membudaya. Tata laku batiniah dipergunakan oleh keyakinan akan agama atau kepercayaan dan tuntutan budi pekerti.
2) Tata laku lahiriah
Tata laku lahiriah dituangkan dalam suatu pola tata laku yang dapat dirinci dalam:
- Tata – Perencanaan
- Tata – Pelaksanaan
- Tata – Pengendalian/Pengawasan
Dari uraitan di atas maka unsur-unsur Wawasan Nusantara dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. WADAH dari Wawasan Nusantara adalah wilayah negara kesatuan RI yang berupa Nusantara dan organisasi negara RI sebagai satu kesatuan yang utuh.
b. ISI dari Wawasan Nusantara adalah aspirasi bangsa Indonesia berupa cita-cita nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
c. TATA LAKU dari Wawasan Nusantara adalah kegiatan/tindakan perilaku bangsa Indonesia untuk melaksanakan falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang apabila dilaksanakan berdasarkan Wawasan Nusantara dapat menghasilkan Ketahanan Nasional Indonesia.
F. Penerapan Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara sebagai “cara pandang” bangsa Indonesia yang melihat Indonesia sebagai kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam merupakan landasan dan dasar bagi bangs aina dalam menyelesaikan segala masalah dan hakekat ancaman yang timbul dari luar maupun dalam segala aspek kehidupan bangsa. Sebagai landasan kerja bagi penyelenggaraan dan pembinaan hidup kebangsaan serta hidup kenegaraan perlu didasarkan atas:
- GBHN sebagai produk MPR (pasal 3 UUD 1945)
- APBN sebagai produk legislatif dan eksekutif (pasal 23 ayat 1 UUD 1945)
Salah satu manfaat yang paling nyata dari penerapan Wawasan Nusantara adalah di bidang politik, khususnya di bidang wilayah. Dengan diterimanya konsepsi Wawasan Nusantara (bagian dari Wawasan Nusantara) di forum internasional maka terjaminlah integrasi teritorial kita “Laut Nusantara, yang semula dianggap laut bebas “menjadi bagian integral wilayah Indonesia. Di samping itu pengakuan terhadap Landas Kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) menghasilkan pertambahan wilayah yang cukup besar sehingga menjadikan luas wilayah Indonesia yang semula nomor 17 di dunia menjadi nomor 7.
Pertambahan luas ruang hidup tersebut di atas menghasilkan sumber-daya alam yang cukup besar bagi kesejahteraan bangsa, mengingat bahwa minyak, gas bumi dan mineral lainnya banyak yang berada di dasar laut, baik di lepas pantai. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia internasional, termasuk tetangga dekat kita: Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, India, Australia, Papua Nugini yang dinyatakan dengan persetujuan yang menyangkut laut territorial maupun landas kontinen. Persetujuan tersebut dapat dicapai karena Indonesia dapat memberikan akomodasi kepada kepentingan negara tetangga antara lain di bidang perikanan ( traditional fishing right) maupun hak lintas dari Malaysia Barat ke Malaysia Timur atau sebaliknya.
Penerapan Wawasan Nusantara di bidang komunikasi dan transportasi terlihat dengan adanya satelit Palapa dan Microwave System serta adanya lapangan terbang perintis dan pelayaran perintis. Dengan adanya proyek tersebut maka luat dan hutan tidak lagi menjadi hambatan yang besar, sehingga lalu lintas perdagangan dan integrasi budaya dapat lancar jalannya. Penerapan Wawasan Nusantara adi bidang ekonomi juga dapat lebih dijamin mengingat kekayaan alam yang ada menjadi lebih dan pemerataannya dapat dilakukan karena sarana dan prasarana menjadi lebih baik. Penerapan di bidang sosial budaya terlihat dari dilanjutkannya kebijaksanaan menjadikan bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika Sebangsa, Setanah Air, Senasib Sepenanggungan dan berasas Pancasila. Tingkat kemajuan masyarakat yang sama merata dan seimbang terlihat dari tersedianya sekolah di seluruh pelosok tanah air dan adanya Universitas Negeri di setiap propinsi.
Melalui “Pendidikan Kewarganegaraan, perjuangan Non Fisik sesuai bidang profesi masing-masing tersebut memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga Negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon cendekiawan pada khususnya.
Terdapat lima kompetensi yang diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu Hakikat Pendidikan, Kemampuan Warga Negara, Menumbuhkan Wawasan Warga Negara, Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan, dan Kompetensi yang diharapkan itu sendiri. Pendidikan kewarganegaraan ini merupakan mata kuluah wajib dalam membentuk kepribadian warga Negara.
Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi arus terus di tingkatkan guna menjawab tantangan masa depan, sehingga para alumni memiliki semangat juang dan kesadaran Bela Negara yang tinggi sesuai bidang profesi masing-masing demi tetap tegak dan utuhnya NKRI.
Perguruan tinggi perlu mendapatkan Pendidikan Kewarganegaraan karena perguruan tinggi sebagai institusi ilmiah bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu, perguruan tinggi sebagai instrument nasional bertugas sebagai pencetak kader-kader pemimpin bangsa.
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi memberikan pemahaman filosofis dan meliputi pokok-pokok bahasan: Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Politik dan Strategi Nasional.